Pages - Menu

Kamis, 17 Januari 2013

Kegiatan Membaca Menjadi Budaya Guru dan Siswa Kita. Mungkinkah?

Membaca adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan dengan menggunakan indera mata dari sesuatu yang ditulis. Bahan bacaan atau sesuatu yang ditulis tadi dapat berupa bahan bercetak di atas kertas seperti buku, novel, majalah, koran, atau dapat juga melalui media layar komputer seperti internet, dsb. Kegiatan membaca sangat bermanfaat jika dilakukan, apalagi bila membudaya. Banyak hal bisa diperoleh dari membaca. Melalui membaca, siswa bisa menggali bakat dan potensi mereka, memacu peningkatan daya nalar, melatih konsentrasi, peningkatan prestasi sekolah, dll. Mengingat begitu banyak hal yang bisa siswa peroleh dari kegiatan membaca, adalah sangat penting bagi semua pihak untuk mendorong terciptanya suatu budaya membaca pada diri siswa.

Kita semua telah mahfum bahwa guru adalah komponen sekolah yang hampir setiap saat paling erat bertalian dengan siswa. Guru sebenarnya merupakan salah faktor penting yang dapat mempengaruhi budaya membaca pada siswa. Suka atau tidak, siswa akan menjadikan guru sebagai teladan dan sebagai profil yang menjadi acuan tindakan mereka. Sampai saat ini kegiatan membaca bagi guru sendiri, masih merupakan kegiatan yang belum menjadi budaya. Tanyalah guru di sekeliling kita, berapa banyak buku (selain buku pelajaran yang dia punya), yang telah dibacanya dalam tiga atau enam bulan yang lalu? Tiga buku? Dua buku? Satu Buku? Saya yakin, banyak guru yang sudah lama tidak membaca buku, selain buku pelajaran. Memang, ada banyak hambatan bagi guru atau siswa sehingga membaca susah untuk membudaya. Belum bisa merasakan kenikmatan dan manfaat membaca, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu menarik minat semua kalangan, serta daya beli buku yang kurang adalah hal-hal yang dapat menghambat tumbuhnya budaya membaca.

Membaca, pada masa-masa sekarang ini harus diakui memang kalah saing dengan kegiatan guru dan siswa dalam menonton televisi. Banyak kalangan mencemaskan perilaku siswa kita yang terlalu getol menonton televisi sehingga melupakan belajar (membaca buku). Kenyataan bahwa menonton televisi adalah sebagai salah satu faktor yang sangat menurunkan aktivitas membaca memang harus disikapi dengan bijak. Kita tidak harus membendung budaya menonton televisi, karena lewat tontonan televisi sangat banyak informasi yang bisa guru dan siswa peroleh. Informasi yang diberikan media televisi lebih cepat terserap dan selalu aktual. Barangkali, yang lebih tepatnya adalah mengurangi tontonan yang kurang bermanfaat bagi perkembangan intelektul dan hanya berfungsi sebagai hiburan semata, kemudian menggantikannya dengan kegiatan membaca.

Barangkali banyak kalangan beranggapan bahwa tanggungjawab menjadikan siswa mencintai buku dan mempunyai minat terhadapnya adalah tanggungjawab orang tua. Akan tetapi, tanggungjawab ini juga mau tidak mau akan bergeser ke tanggungjawab sekolah sebagai lembaga yang diserahi amanah untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada anak-anak atau siswa tersebut. Pemberian bekal ilmu di sini tentulah tidak seperti pandangan tradisional, di mana siswa dijejali dengan informasi oleh guru. Pemberian bekal ilmu, dewasa ini lebih merujuk pada pemberian kesempatan kepada siswa agar dirinya terstimulasi untuk menyerap informasi dan pengetahuan sebanyak-banyak dari berbagai sumber. Pastinya, sumber informasi dan pengetahuan itu utamanya adalah berupa bahan bacaan berupa buku.

Menjadikan membaca sebagai sebuah budaya bagi guru dan siswa kita sampai hari ini bukanlah hal yang mudah. Sebenarnya, bila guru dan siswa mau membiasakan diri untuk membaca, maka lamban laun akan tertanam dalam diri mereka suatu keadaan dan perasaan  selalu ingin tahu yang dapat menumbuhkan minat untuk selalu membaca. Mereka akan dapat merasakan kenikmatan membaca, hingga akhirnya kecanduan.

Berbagai upaya lain mungkin dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti orang tua, sekolah, dinas pendidikan, atau pihak-pihak lain yang perduli dengan peningkatan budaya baca di sekolah, seperti berikut ini. Pertama, menumbuhkan minat baca sejak dini. Untuk menumbuhkan minat baca sejak dini seharusnya telah dilakukan oleh orang tua di rumah pada masa usia prasekolah, dan kemudian berlanjut di taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Dengan mengenalkan buku sejak dini, siswa telah dilatih untuk mengenal hingga akhirnya dapat mencintai buku. Kedua, menyadarkan siswa dengan kampanye yang menarik bahwa bahan bacaan adalah sumber pengetahuan, informasi, dan hiburan yang punya karakter unik dan dapat dinikmati dengan cara yang berbeda dengan tontonan televisi. Ketiga, menyediakan suasana yang mendorong terbentuknya budaya membaca di sekolah. Hal ini misalnya dilakukan dengan membangun atau membenahi perpustakaan-perpustakaan sekolah yang telah ada. Perpustakaan-perpustakaan sekolah kita sampai saat ini pada umumnya lebih mirip gudang yang berisi lemari-lemari atau rak-rak yang dipenuhi dengan buku-buku berdebu. Tanpa pustakawan yang profesional yang memahami seluk-beluk perbukuan dan tata pengaturan perpustakaan yang baik. Banyak hal yang menyebabkan matinya perpustakaan-perpustakaan sekolah yang seharusnya merupakan salah satu sumber pengetahuan, misalnya kurang menariknya buku-buku yang tersedia serta tidak terperbaharui. Perpustakaan sekolah kita lebih banyak berisi buku-buku lama yang kebanyakan sudah tidak sesuai dengan selera zaman. Keempat, menggerakkan penulisan buku-buku oleh penulis daerah sendiri. Penulisan buku-buku oleh penulis dari daerah sendiri di sini maksudnya adalah, sekolah, dinas pendidikan, pemerintah daerah  atau bahkan sponsor yang perduli dapat memfasilitasi atau bahkan mengakomodasi penulisan dan penerbitan buku yang ditulis oleh siswa atau guru yang memiliki interest dan kemampuan dalam bidang tulis-menulis. Sudah menjadi rahasia umum, budaya menulis sangat berhubungan erat dengan budaya membaca. Kita bisa pula berlogika, bila di perpustakaan sekolah terpajang buku karya orang-orang yang dikenal baik, seperti guru mereka, kakak kelas, atau bahkan adik kelas mereka, siswa sekolah tetangga, dsb. pasti mereka akan tergerak hati untuk membacanya. Bahkan, bukan tidak mungkin, mereka akan melangkah ke budaya menulis. Budaya menulis, yang merupakan budaya tingkat lanjut setelah terbentuk budaya membaca. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar