Membaca
adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan dengan
menggunakan indera mata dari sesuatu yang ditulis. Bahan bacaan atau
sesuatu yang ditulis tadi dapat berupa bahan bercetak di atas kertas
seperti buku, novel, majalah, koran, atau dapat juga melalui media layar
komputer seperti internet, dsb. Kegiatan membaca sangat bermanfaat jika
dilakukan, apalagi bila membudaya. Banyak hal bisa diperoleh dari
membaca. Melalui membaca, siswa bisa menggali bakat dan potensi mereka,
memacu peningkatan daya nalar, melatih konsentrasi, peningkatan prestasi
sekolah, dll. Mengingat begitu banyak hal yang bisa siswa peroleh dari
kegiatan membaca, adalah sangat penting bagi semua pihak untuk mendorong
terciptanya suatu budaya membaca pada diri siswa.
Kita
semua telah mahfum bahwa guru adalah komponen sekolah yang hampir
setiap saat paling erat bertalian dengan siswa. Guru sebenarnya
merupakan salah faktor penting yang dapat mempengaruhi budaya membaca
pada siswa. Suka atau tidak, siswa akan menjadikan guru sebagai teladan
dan sebagai profil yang menjadi acuan tindakan mereka. Sampai saat ini
kegiatan membaca bagi guru sendiri, masih merupakan kegiatan yang belum
menjadi budaya. Tanyalah guru di sekeliling kita, berapa banyak buku
(selain buku pelajaran yang dia punya), yang telah dibacanya dalam tiga
atau enam bulan yang lalu? Tiga buku? Dua buku? Satu Buku? Saya yakin,
banyak guru yang sudah lama tidak membaca buku, selain buku pelajaran.
Memang, ada banyak hambatan bagi guru atau siswa sehingga membaca susah
untuk membudaya. Belum bisa merasakan kenikmatan dan manfaat membaca,
pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu menarik
minat semua kalangan, serta daya beli buku yang kurang adalah hal-hal
yang dapat menghambat tumbuhnya budaya membaca.
Membaca,
pada masa-masa sekarang ini harus diakui memang kalah saing dengan
kegiatan guru dan siswa dalam menonton televisi. Banyak kalangan
mencemaskan perilaku siswa kita yang terlalu getol menonton televisi
sehingga melupakan belajar (membaca buku). Kenyataan bahwa menonton
televisi adalah sebagai salah satu faktor yang sangat menurunkan
aktivitas membaca memang harus disikapi dengan bijak. Kita tidak harus
membendung budaya menonton televisi, karena lewat tontonan televisi
sangat banyak informasi yang bisa guru dan siswa peroleh. Informasi yang
diberikan media televisi lebih cepat terserap dan selalu aktual.
Barangkali, yang lebih tepatnya adalah mengurangi tontonan yang kurang
bermanfaat bagi perkembangan intelektul dan hanya berfungsi sebagai
hiburan semata, kemudian menggantikannya dengan kegiatan membaca.
Barangkali
banyak kalangan beranggapan bahwa tanggungjawab menjadikan siswa
mencintai buku dan mempunyai minat terhadapnya adalah tanggungjawab
orang tua. Akan tetapi, tanggungjawab ini juga mau tidak mau akan
bergeser ke tanggungjawab sekolah sebagai lembaga yang diserahi amanah
untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada anak-anak atau siswa
tersebut. Pemberian bekal ilmu di sini tentulah tidak seperti pandangan
tradisional, di mana siswa dijejali dengan informasi oleh guru.
Pemberian bekal ilmu, dewasa ini lebih merujuk pada pemberian kesempatan
kepada siswa agar dirinya terstimulasi untuk menyerap informasi dan
pengetahuan sebanyak-banyak dari berbagai sumber. Pastinya, sumber
informasi dan pengetahuan itu utamanya adalah berupa bahan bacaan berupa
buku.
Menjadikan
membaca sebagai sebuah budaya bagi guru dan siswa kita sampai hari ini
bukanlah hal yang mudah. Sebenarnya, bila guru dan siswa mau membiasakan
diri untuk membaca, maka lamban laun akan tertanam dalam diri mereka
suatu keadaan dan perasaan selalu ingin tahu yang dapat
menumbuhkan minat untuk selalu membaca. Mereka akan dapat merasakan
kenikmatan membaca, hingga akhirnya kecanduan.
Berbagai
upaya lain mungkin dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
seperti orang tua, sekolah, dinas pendidikan, atau pihak-pihak lain
yang perduli dengan peningkatan budaya baca di sekolah, seperti berikut
ini. Pertama, menumbuhkan minat baca sejak dini. Untuk
menumbuhkan minat baca sejak dini seharusnya telah dilakukan oleh orang
tua di rumah pada masa usia prasekolah, dan kemudian berlanjut di taman
kanak-kanak dan sekolah dasar. Dengan mengenalkan buku sejak dini, siswa
telah dilatih untuk mengenal hingga akhirnya dapat mencintai buku. Kedua,
menyadarkan siswa dengan kampanye yang menarik bahwa bahan bacaan
adalah sumber pengetahuan, informasi, dan hiburan yang punya karakter
unik dan dapat dinikmati dengan cara yang berbeda dengan tontonan
televisi. Ketiga, menyediakan suasana yang mendorong
terbentuknya budaya membaca di sekolah. Hal ini misalnya dilakukan
dengan membangun atau membenahi perpustakaan-perpustakaan sekolah yang
telah ada. Perpustakaan-perpustakaan sekolah kita sampai saat ini pada
umumnya lebih mirip gudang yang berisi lemari-lemari atau rak-rak yang
dipenuhi dengan buku-buku berdebu. Tanpa pustakawan yang profesional
yang memahami seluk-beluk perbukuan dan tata pengaturan perpustakaan
yang baik. Banyak hal yang menyebabkan matinya perpustakaan-perpustakaan
sekolah yang seharusnya merupakan salah satu sumber pengetahuan,
misalnya kurang menariknya buku-buku yang tersedia serta tidak
terperbaharui. Perpustakaan sekolah kita lebih banyak berisi buku-buku
lama yang kebanyakan sudah tidak sesuai dengan selera zaman. Keempat,
menggerakkan penulisan buku-buku oleh penulis daerah sendiri. Penulisan
buku-buku oleh penulis dari daerah sendiri di sini maksudnya adalah,
sekolah, dinas pendidikan, pemerintah daerah atau bahkan
sponsor yang perduli dapat memfasilitasi atau bahkan mengakomodasi
penulisan dan penerbitan buku yang ditulis oleh siswa atau guru yang
memiliki interest dan kemampuan dalam bidang tulis-menulis.
Sudah menjadi rahasia umum, budaya menulis sangat berhubungan erat
dengan budaya membaca. Kita bisa pula berlogika, bila di perpustakaan
sekolah terpajang buku karya orang-orang yang dikenal baik, seperti guru
mereka, kakak kelas, atau bahkan adik kelas mereka, siswa sekolah
tetangga, dsb. pasti mereka akan tergerak hati untuk membacanya. Bahkan,
bukan tidak mungkin, mereka akan melangkah ke budaya menulis. Budaya
menulis, yang merupakan budaya tingkat lanjut setelah terbentuk budaya
membaca. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar